Laporan Akhir – CB:Agama – Kelas LB01 – Kelompok 7

Lembaran cover
PEMBELAJARAN LUAR KELAS

CBDC – TFI

Character Building: AGAMA

PERSATUAN DITENGAH KEBERAGAMAN AGAMA

MEMAHAMI PENTINGNYA PERSATUAN DI TENGAH KEBERAGAMAN AGAMA MELALUI METODE WAWANCARA AHLI-AHLI AGAMA

BINUS UNIVERSITY
2017

 

1. Judul Project                           : Persatuan di Tengah Keberagaman Agama
2 Lokasi Project                         : BINUS University Kampus Anggrek
.                                                         : Gereja Kristus Yesus Greenville
.                                                         : Vihara Ekayana Arama
.                                                         : Sekolah Dasar Al-Azhar 5
3 Kelompok target kegiatan : Para Pemimpin Agama (Islam, Kristen,
Katholik, dan Buddha)

4. Nama Anggota Kelompok
1. Carvin Edlin                        : 2001578033
2. Enrico Hasnawi                : 2001542853
3. Ezra Indrastata                 : 2001547192
4. Kevin Winarko                  : 2001554260
5. Piterson Satio                    : 2001557230
6. Willson                                 : 2001535980
7. Willy Setiawan                  : 2001542550
8. Yansen Christian             : 2001539505
5 Mata Kuliah                        : Character Building Agama
6 Kelas                                      : LB01
7. Dosen                                   : Dra. Hermawati, M.A.

 

Jakarta, 11 Oktober 2017

Mengetahui,                                                                            Ketua Kelompok

 

(…………………………………..)                                                              (…………………………)
Dosen Character Building: Agama

i

 

 

DAFTAR ISI

PENGESAHAN…………………………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………… ii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………. 1
1.2 Deskripsi Situasi………………………………………………………………………… 2
1.3 Permasalahan…………………………………………………………………………….. 3
1.4 Tujuan dan Manfaat Kegiatan…………………………………………………… 3
BAB 2 METODE KEGIATAN…………………………………………………………….. 4
2.1 Rencana Kegiatan………………………………………………………………………. 4
2.2 Tempat/Waktu Kegiatan…………………………………………………………… 5
BAB 3 KONSEP KEGIATAN……………………………………………………………… 6
3.1 Konsep Kegiatan………………………………………………………………………… 6
3.2 Solusi Permasalahan…………………………………………………………………. 6
BAB 4 PELAKSANAAN KEGIATAN…………………………………………………. 7
4.1 Kegiatan Wawancara 1……………………………………………………………….. 7
4.2 Kegiatan Wawancara 2………………………………………………………………. 16
4.3 Kegiatan Wawancara 3………………………………………………………………. 24
4.4 Kegiatan Wawancara 4……………………………………………………………… 30
BAB 5 PENUTUP……………………………………………………………………………… 36
5.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………… 36
5.2 Saran………………………………………………………………………………………….. 36
5.3 Refleksi Invididual…………………………………………………………………….. 36
5.4 Refleksi Kelompok…………………………………………………………………….. 39
REFERENSI……………………………………………………………………………………… 40

 

ii

 

 

 

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ditinjau dari definisi atau pengertiannya, istilah agama sebenarnya berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu “a” yang bermakna tidak dan “gama” bermakna kacau. Sehingga agama bisa diartikan sebagai tidak kacau. Selain itu, agama juga bisa diartikan sebagai suatu peraturan yang bertujuan untuk mencapai kehidupan manusia ke arah dan tujuan tertentu. Agama dilihat sebagai kepercayaan dan pola perilaku yang dimiliki oleh manusia untuk menangani masalah. Agama pada dasarnya merupakan suatu sistem yang dipadukan mengenai kepercayaan dan praktik suci. Agama juga dapat diartikan sebagai pegangan atau pedoman untuk mencapai hidup kekal.

Pada dasarnya agama bertujuan untuk mengajarkan kepada para penganutnya untuk mengatur hidupannya agar mendapatkan kebahagiaan untuk diri maupun masyarakat sekitar mereka, serta bertujuan menjembatani antara manusia dengan Sang Pencipta. Sebagai sebuah pedoman, agama selalu mengajarkan kepada para penganutnya untuk melakukan perbuatan baik dan juga mengajak untuk menjadi seseorang yang lebih baik lagi. Agama juga bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia.

Akan tetapi, faktanya saat ini, kebanyakan orang tidak lagi menganggap agama sebagai bagian penting dalam kehidupan mereka, alhasil banyak orang menganggap sebuah ibadah yang mereka jalani hanyalah sebatas rutinitas semata. Kebanyakan orang saat ini menjalankan aktivitas ibadahnya hanya didasarkan pada tiga hal, yaitu takut, manfaat, dan dipandang orang. Momen-momen ibadah yang mereka lalui tidak lebih dari sebuah rutinitas. Walaupun menjalankan ibadah, bukan didasarkan pada hal-hal tersebut, terlebih dari semua itu, ibadah seharusnya dilakukan karena adanya rasa rindu untuk berjumpa dengan Sang Pencipta, rindu menjadi orang yang jauh lebih baik lagi dalam kehidupan sehari-hari dan bagi orang-orang di sekitar kita. Kebanyakan orang menjalankan ibadahnya dengan mementingkan apa yang menjadi perhatian orang lain terhadap dirinya khususnya

 

1

 

 

dalam hal beribadah. Terlebih lagi, saat ini banyak sekali orang-orang yang menyelewengkan agama. Mereka sering kali melakukan pelecehan terhadap agama yang dianutnya dengan memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi maupun kelompoknya, sehingga tidak jarang orang-orang memanfaatkan agama untuk menutupi kejahatan yang mereka lakukan ataupun menyebarkan isu kebencian untuk menghancurkan kelompok lain dengan motif agama.

Dilihat dari tujuan sebuah agama, tentunya semua hal tersebut telah jauh bertentangan. Akibat dari hal-hal ini-lah yang sering kali menyebabkan perpecahan antara umat-umat beragama. Agama tidak lagi membawa perdamaian dan kesejahteraan, akan tetapi seolah-olah membawa perselisihan antar umat manusia. Penyelewengan agama dalam praktiknya dapat beraneka ragam, salah satunya adalah yang disebut dengan konsep formalism agama. Apa itu formalisme agama? Apa saja contoh-contohnya? Semuanya akan dibahas pada Bab selanjutnya.

1.2 Deskripsi Situasi

Kebanyakan orang tidak lagi menganggap agama sebagai bagian penting dalam kehidupan mereka, alhasil banyak orang menganggap sebuah ibadah yang mereka jalani hanyalah sebatas rutinitas semata. Kebanyakan orang saat ini menjalankan aktivitas ibadahnya hanya didasarkan pada 3 hal, yaitu takut, manfaat, dan dipandang orang. Momen-momen ibadah yang mereka lalui tidak lebih dari sebuah rutinitas. Walaupun semestinya dalam menjalankan ibadah, bukan didasarkan pada hal-hal tersebut, terlebih dari semua itu, ibadah seharusnya dilakukan karena adanya rasa rindu untuk berjumpa dengan Sang Pencipta, rindu menjadi orang yang jauh lebih baik lagi dalam kehidupan sehari-hari dan bagi orang-orang disekitar kita. Kebanyakan orang menjalankan ibadahnya dengan mementingkan apa yang menjadi perhatian orang lain terhadap dirinya khususnya dalam hal beribadah.

 

2

 

 

1.3 Permasalahan

Saat ini banyak sekali orang-orang yang menyelewengkan agama. Mereka sering kali melakukan pelecehan terhadap agama yang dianutnya dengan memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi maupun kelompoknya, sehingga tidak jarang orang-orang memanfaatkan agama untuk menutupi kejahatan yang mereka lakukan ataupun menyebarkan isu kebencian untuk menghancurkan kelompok lain dengan motif agama.

1.4 Tujuan dan Manfaat Kegiatan

Dengan dilaksanakannya kegiatan ini. Kami berharap program ini dapat menambah wawasan serta menyadarkan banyak orang terhadap pentingnya sebuah persatuan dan kesatuan ditengah keberagaman agama yang ada di Indonesia, terutama untuk generasi muda yang nantinya akan menjadi penerus bangsa dan pemimpin bangsa Indonesia di kemudian hari, agar tidak mudah terpancing ataupun terhasut untuk ikut memecah belah persatuan yang selama ini telah dibangun. Melalui kegiatan wawancara ini, kami akan menggali lebih dalam hal-hal seputar pentingnya menjaga persatuan ditengah keberagaman agama, sebab-sebab terjadinya konflik antar umat beragama, cara mencegah dan menanggulangi terjadinya konfik, serta bagaimana cara menyikapi keberagaman yang ada.

Maksud dari kegiatan yang akan kami lakukan adalah sebagai berikut:

  1. Memahami pentingnya persatuan ditengah keberagaman agama
  2. Menyadari sebab-sebab terjadinya konflik antar umat beragama
  3. Memahami cara yang tepat untuk menyikapi keberagaman di Indonesia

Sedangkan, tujuan kita untuk kegiatan kami adalah:

  1. Menumbuhkan rasa toleransi antar umat beragama.
  2. Menumbuhkan kepedulian masyarakat dan generasi muda terhadap pentingnya persatuan.
  3. Mencegah konflik-konflik antar umat beragama di kemudian hari.
  4. Memiliki respon yang baik terhadap saudara berbeda agama.

 

3

 

 

BAB 2
METODE KEGIATAN

2.1 Rencana Kegiatan

Sehubungan dengan masalah yang disebutkan sebelumnya, maka penulis bermaksud untuk mewawancarai beberapa tokoh dari beberapa agama. Tokoh agama yang dimaksud bisa meliputi Biksu, Pastor, Pendeta, Ustadz, dan lain sebagainya. Kami akan menemui empat orang tokoh agama yang berbeda untuk meminta kesediaannya untuk diwawancarai oleh kami. Kemudian, tokoh-tokoh agama yang menjadi narasumber dalam kegiatan ini akan ditanyakan seputar agama narasumber, agama lain di Indonesia, serta pandangan mereka mengenai konflik yang tercipta akibat keberagaman agama tadi selama sekitar 100 menit.

Dari kegiatan mewawancarai ini, kami berharap agar pengetahuan kalangan muda mengenai pentingnya menjunjung tinggi agama sendiri, tetapi sekaligus menghargai perbedaan agama orang lain juga. Dengan demikian, kiranya jumlah konflik-konflik yang terjadi yang berhubungan dengan perbedaan dan intoleransi agama bisa berkurang di Indonesia, terutama di kalangan anak muda.

 

4

 

 

2.2 Tempat/Waktu Kegiatan

Hari/Tanggal/Waktu  :

  • Kamis, 26 Oktober 2017 (14.00)
  • Jumat, 27 Oktober 2017 (11.00)
  • Selasa, 7 November 2017 (17.00)
  • Jumat, 1 Desember 2017 (13.30)

Tempat                       :

  • Balkon Lantai 8 BINUS University Kampus Anggrek
  • Gereja Kristus Yesus Greenville
  • Vihara Ekayana Arama
  • Sekolah Dasar Al-Azhar 5

Jenis Kegiatan         : Wawancara Tokoh Agama

Target Peserta         : 4 Ahli Agama

 

5

 

 

BAB 3
KONSEP KEGIATAN

3.1 Konsep Kegiatan

Konsep berisi kaitan antara permasalahan-permasalahan yang ada dengan uraian-uraian yang berkaitan dengan agama. Adapun konsep-konsep dari kegiatan ini yaitu sebagai berikut:

  1. Pecah belah antara keluarga manusia oleh agama, beberapa agama utama tak henti-hentinya bertikai, dan rendahnya kesadaran manusia akan pentingnya “Peran Agama untuk Perdamaian Dunia”. Dengan melakukan kegiatan wawancara ini diharapkan kita bisa membangkitkan kesadaran manusia akan pentingnya peran agama dalam perdamaian dunia.
  2. Munculnya formalisme agama yang merupakan penghayatan iman keagamaan yang hanya mementingkan dimensi legalistik-formalistiknya, sehingga penampilan fisik lebih diutamakan dari pada penghayatan rohani-batiniah. Dengan melakukan kegiatan wawancara ini diharapkan kita bisa membangkitkan kesadaran manusia akan pentingnya penghayatan rohani-batiniah dibandingkan formalisme agama.
  • Solusi Permasalahan

Solusi terhadap permasalahan yang telah diuraikan adalah sebagai berikut:

  1. Menyadarkan manusia akan pentingnya persatuan dalam perbedaan agama dengan meminta pendapat para ahli agama yang berbeda-beda kepercayaannya.
  2. Menyadarkan manusia bahwa menjadi umat beragama harus lebih mengutamakan penghayatan rohani-batiniah dibandingkan penampilan fisik.

Solusi dari permasalahan tersebut akan diwujudkan dengan melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya.

 

6

 

BAB 4
PELAKSANAAN KEGIATAN

4.1 Kegiatan Wawancara 1

Lokasi Kegiatan                 : Balkon Lantai 8 BINUS University

Tanggal Kegiatan              : 26 Oktober 2017

Deskripsi                              :

Kegiatan wawancara yang pertama ini dilaksanakan pada Balkon Lantai 8 BINUS University pada hari Kamis, 26 Oktober 2017 pukul 14.00 WIB. Pada wawancara ini kami mewawancarai narasumber dengan tema Perbedaan Agama di Indonesia.

Sistematika Kegiatan       :

Sebelum kegiatan dimulai, kami bersama dengan Romo berdoa bersama yang dipimpin secara Katolik oleh Romo Ece. Kemudian diikuti oleh sesi perkenalan dengan kelompok kami. Setelah doa kami memulai wawancara dengan narasumber.

Yansen          : Selamat siang Romo.

Romo Ece     : Selamat siang.

Yansen            : Jadi kami dari mahasiswa BINUS University, kami pada semester ini ingin membahas seputar keberagaman agama di Indonesia yang memiliki keberagaman agama dan kepercayaan. Kami ingin berdiskusi dengan Romo mengenai hal ini.

Romo Ece     : Iya. Terima kasih.

Yansen            : Bagaimana  pendapat  Romo  mengenai  Indonesia  yang  begitu banyak agama dan kepercayaan?

Romo              : Di Indonesia ada 6 agama yang diakui lalu sementara itu ada banyak aliran kepercayaan yang lain yang ada tempat juga di negara ini. Jadi menurut saya itu satu keberagaman yang kaya dan bagus. Di mana kita walaupun

 

7

 

 

berbeda beda tetapi kita bisa hidup bersama dalam satu Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Jadi, ini satu hal yang mengembirakan.

Yansen            : Menurut    Romo,    keberagaman    ini    adalah    hal    yang mengembirakan. Kira kira menurut Romo, sendiri adakah manfaat lain dari keberagaman itu sendiri?

Romo Ece     : Karena kita itu berbeda-beda sehingga ada keuntungan lain yaitu, sebetulnya kita juga dapat belajar dari teman-teman lain dalam arti mengetahui hal-hal khusus dalam agama mereka masing-masing. Jadi misalnya saya sebagai yang Katolik, saya juga senang mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Islam, Protestan, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Lalu hal ini akan berdampak kepada sikap penerimaannya dalam arti menerima dan memahami. Sehingga, ketika saya sebagai Romo bisa juga sebagai orang Katolik kalua saya melihat atau mengalami teman-teman saya yang beragama lain melakukan sesuatu hal, saya tahu dan saya mengerti kenapa mereka berbuat seperti itu. Perbedaan-perbedaan itu pada akhirnya tidak mendatangkan perbedaan yang hebat lalu kita harus saling menjauhkan, mencuri, membunuh, dan lain-lain. Tapi justru dalam keberagaman itu justru kita membangun kebersamaan, solidaritas.

Yansen          : Berarti lebih ke arah persatuan lagi, Romo?

Romo Ece     : Iya.

Yansen            : Sebelumnya dari segi manfaatnya Romo, segala sesuatu pasti ada positif maupun negatifnya, menurut Romo sendiri, apakah hal negatif yang akan terjadi dari keberagaman yang ada di Indonesia ini?

Romo Ece     : Jadi, menurut pengalaman saya itu, kalua agama ditempatkan pada porsi masing-masing kita pasti berjalan dalam situasi yang aman maksud saya sebagai orang yang beragama sudah kita berjalan bersama dalam membangun bangsa dan negara dan seterusnya. Tapi, ketika agama ini dipakai untuk kepentingan-kepentingan tertentu, situasi ini akan menjadi rumit dan itu tidak bagus. Jadi ketika partai-partai politik itu menjadi banyak di negara kita lalu umat-umat juga terbagi di dalam dan juga membawa-bawa agama di dalam keputusan-keputusan atau dalam usaha-usaha untuk menang dalam pilkada dan segala hal,

 

8

 

 

situasi ini tidak bagus. Kita juga harus realistis dalam arti misalkan di Jakarta akhir-akhir ini, saya di wilayah (Flores) tidak mempersoalkan hal tersebut, namun disini (Jakarta) mengalami hal demikian.

Yansen : Oh  iya,          tadi       kata  Romo  lebih  baik  jalan  sendiri-sendiri  atau bagaimana?

Romo Ece        : Maksud          saya     kita  berjalan  dengan  agama  sendiri  sambil

memerhatikan agama yang lain dan menerimanya, bukan berjalan sendiri-sendiri. Tapi dalam satu kerangka kebersamaan yah sehingga seperti yang tadi saya bilang saya mengerti, saya memahami kalau teman-teman agama Hindu atau yang agama Buddha atau yang Muslim atau yang Kristen mereka berbuat seperti ini “Saya tahu saya menerima dan memahami”.

Yansen            : Tapi kalau kita lihat lagi, memang dalam dunia ini pasti susah yah Romo dalam menerima seseorang yang berbeda gitu. Apalagi terutama yang berada di Indonesia ada banyak suku dan ras, misalkan dari agama Hindu saya melakukan ini, tapi dari pandangan agama lain mungkin tidak bersesuaian. Menurut Romo hal-hal apa saja yang bisa kita lakukan supaya kita bisa menghindari hal-hal seperti itu?

Romo Ece     : Satu  hal  yang  harus  kita  pahami  itu  bahwa  dalam  hubungan dengan agamapun setiap pemeluk agama akan mengatakan agamanya itu tebaik. Jadi ketika saya baik-baik ini itu musti tidak harus membuat saya begitu fanatik lalu membuat teman-teman merasa kamu itu tidak benar, kamu salah dan segala macam. Tapi berpikir bahwa saya baik tapi kita ini hidup dalam satu negara yang diatur. Ketika kita taat terhadap satu aturan yang baik-baik ini akan terbawa masuk kedalam semuanya. Lalu menyangkut hal-hal yang perlu diperhatikan supaya kita punya kebersamaan itu bisa berjalan dengan baik itu lebih ke kalangan masyarakat bawah mereka lebih mudah kelihatannya dalam arti bahwa sosialisasi misalnya ada acara-acara tertentu di dalam keagamaan misalnya kalau saya di Flores itu saya justru berbangga yah dengan keberagaman itu. Artinya begini ketika saya ada acara-acara di Gereja misalnya, mereka yang muslim datang seperti acara mereka juga, mereka juga tidak pernah membeda-bedakan lalu (yang terjadi di Jakarta) itu tidak persis sama. Lalu di acara di tempat mereka yang beragama Islam kami yang

 

9

 

 

beragama Khatolik juga datang. Jadi suasana untuk hal-hal yang di Jakarta menjadi sulit sekali di Flores itu aman sekali kebersamaan kami itu. Jadi tidak ada hal-hal yang membuat kami saling mencurigai satu sama lain untuk kita di wilayah tempat saya itu tidak ada seperti itu. Kadang-kadang dari berita yang kita dengar tentang situasi di Jakarta itu kan kenapa yah di Jakarta seperti itu kenapa yah? Karena memang kami di Flores memang seperti ini. (Tertawa) Ya itu untuk saya itu ya begitu untuk kalangan yang bawah juga untuk yang pemimpin-pemimpin agama yah tugas mereka juga untuk bertemu, berdiskusi, berdialog itu juga sebetulnya satu hal yang bagus. Itu menjadi penglihatan untuk umatnya misalkan antara pemimpin agama bisa sering bertemu, umatnya melihat oh ternyata pemimpin saya bisa bertemu dengan pemimpin agama lain lalu mereka bisa berdiskusi lalu mengapa mereka bisa kami tidak? Dalam hal agama itu tergantung pemimpin itu punya peran yang cukup besar.

Yansen            : Menurut Romo apa pendapat Romo tentang radikalisme agama?

Piterson         : Atau fanatik agama

Romo               : Fanatik agama yang berlebihan bahwa menganggap agama saya yang paling benar dan bagus lalu memaksakan orang untuk ikut yang saya nah ini yang masalahnya. Ketika saya mengatakan punya saya yang paling benar ini belum jadi masalah. Seperti yang saya bilang tadi kita ungkapkan agama kita dengan rajin beribadah, toleransi satu sama lain. Masalah muncul ketika saya memaksakan bahwa saya punya agama paling benar lalu kamu harus ikut agama saya dengan sikap fanatik berlebihan seperti ini lalu menganggap punya orang lain salah dan sebagainya. Paham-paham radikal seperti ini sebenanya cukup mengganggu suasana betoleransi dan kita punya kesatuan persaudaraan, keakraban di dalam kebersamaan kita di negara ini.

Yansen            : Sebelumnya, Romo ada menjelaskan bahwa di daerah sendiri lebih solidaritas dibandingkan dengan kota. Nah menurut Romo sendiri apakah yang membedakan situasi wilayah dan kota sehingga bisa tejadi perbedaan yang sangat signifikan?

 

10

 

 

Romo Ece     : Jadi  salah satu hal  yang sangat berpengaruh itu soal budaya. Budaya kita di sana dari ritual-ritual adat akan melibatkan satu kampong jadi bukan satu agama tertentu. Jadi misalnya dalam satu kampung ini kalau ada urusan-urusan agama kita yah berbeda namun kalau urusan adat semuanya itu harus berkumpul dan tidak bisa tidak ikut. Karena secara adat kita bekumpul, orang menjadi lebih berpatisipasi dalam urusan adat daripada urusan lain termasuk agama. Jadi kalau saya Katolik dan saya tidak ke Gereja itu tidak masalah, tapi kalau urusan adat saya harus ikut. Karena itu dari sisi kenyamanan mereka, lebih nyaman ikut urusan adat dibanding urusan agama. Jadi budaya itu sangat kuat dan melekat dan itu yang mempengerahui suasana yang ada di tempat saya.

Yansen            :           Jadi di Kota butuh satu hal untuk mengikat yah Romo?

Romo Ece       :           Sejauh yang saya lihat misalnya di sini dengan budaya Betawi. Kalau Betawi itu kan di dalam terdapat banyak orang dengan masing-masing agamanya. Kalau ada urusan menyangkut hal Betawi maka orang-orang Betawi akan ikut andil. Jadi banyak hal yang diselesaikan dengan adat akan lebih mengikat dibandingkan secara hukum. Jadi masalah tanah antara kampung saya dan kampung sebelah bahwa menurut bukti sudah jelas-jelas bahwa tanah ini milik kampung saya menurut pengadilan. Tapi kalau diselesaikan secara adat, kalau tanah ini punya sebelah, maka orang yang kampung saya akan keluar secara sendirinya dari tanah sebelah jadi lebih takut kepada adat dibandingkan dengan hukum.

Willy               : Menurut Romo tentang sekularisme agama bagaimana?

Yansen            : Jadi memisahkan antara agama dengan politik atau negara.

Piterson           : Seperti  orang  sering  bilang  bahwa  masalah  politik  dikaitkan dengan agama.

Romo Ece     : Seperti yang saya sampaikan tadi. Orang politik menggunakan agama sebagai tameng politik itu sebetulnya yang tidak bagus tidak pantas juga sebenarnya. Kita musti belajar dari tempat-tempat lain juga. Ini ketika unsur-unsur yang jika disentuh akan terangkat sendirinya, maka unsur agama yang kuat paling sering dipakai jadi ketika orang mengunakan isu-isu agama dalam politik misalnya dia akan mendapatkan kekuasaan. Ini saya punya pilihan partai politik di sana tapi karena secara agama pilihan saya ada di sini. Ketika agama itu dipakai dalam

 

11

 

 

kancah perpolitikan masalah biasa akan timbul, sehingga kalau mau dibilang sekularisme dan orang menggunakan agama untuk kepentingan sendiri biasa itu udah rusak, tapi kalau menggunakan agama untuk kepentingan agama itu pasti aman.

Kevin               : Sekarang di media sosial sering terjadi konflik agama pasti ada yang menjelek-jelekan agam orang lain. Kira-kira menurut Romo ada tidak cara untuk mencegahnya?

Romo Ece     : Kalau hal seperti ini, biasanya terjadi dan sangat cepat reaksi itu orang-orang muda. Dalam arti orang yang jarang beribadah, tidak sering berdoa, ketika agama atau tempat ibadah nya diganggu dengan sendirinya dia akan terbangun dan melawan. Model-model macam mereka nih, mereka harus mengikuti kegiatan-kegiatan tentang agama mereka sendiri dalam memberikan pemahaman tentang agama mereka sendiri. Ini menurut saya akan sangat membantu. Lalu pertemuan-pertemuan antar agama juga yah, dalam arti pemuda Kristen, pemuda Katolik, pemuda Islam, kalau sering-sering bertemu juga saya rasa bagus. Dengan keseringan bertemu seperti itu, Pertemanan dibangun lalu dapat saling memahami dan bertoleransi.

Yansen            : Bagamaina dengan orang yang jarang ibadah, ketika ada isu yang melibatkan agamanya dia akan ikut terpicu unutk membelah agamanya. Nah menurut Romo orang dapat melakukan hal seperti itu karena ada dorongan apa?

Romo Ece     : Jadi  kalau  pendidikan  agama  diberikan  dengan  baik  ini  akan membantu. Tapi kalau pendidikan itu tidak diberikan dengan baik dalam arti bahwa saya sekolah tapi ketika saya sudah terjun ke masyarakat dengan sekeliling saya yang memiliki pemikiran terbatas, lalu oleh karena itu mereka cepat tersinggung juga, ketika dia tersinggung maka dia lebih cepat bereaksi daripada kita yang tidak mudah tersinggung. Ini juga merupakan pengaruh lingkungan yang berbeda-beda namun dia menemukan orang yang dapat mengarahkan dia ke arah yang benar namun jika sekelilingnya buruk maka dia akan semakin jauh dari Tuhan.

Yansen            : Berarti  bukan  tergantung  agama  melainkan  pendidikan  dan lingkungan sekitar.

 

12

 

 

Kevin               : Bagaimana  kondisi  kerukunan  di  Indonesia  terutama  Jakarta Romo?

Romo Ece     : Dari konflik-konflik yang muncul ini yang mau saya katakana bahwa kerukunan harus diusahakan artinya masih jauh dari harapan untuk suasana kotanya sendiri. Tapi ini juga harus kita hubungkan dengan situasi politik akhir-akhir ini. Karena ketika situasi politik kita tidak seperti ini, maka tidak ada kerusuhan sebesar akhir-akhir ini daripada sebelum-sebelumnya. Jadi ini situasi politik, ketika orang membawa masuk agama ke dalam politik maka akan semakin tidak kondusif.

 

Kevin                : Apakah kerukunan tiap-tiap kota itu berbeda?

Romo Ece       : Ya,  misalnya  seperti  kota  Jakarta.  Kelihatannya orang-orang punya tingkat kesibukan yang tinggi dalam hal bekerja dan lain-lain. Sebenarnya tidak harus melibatkan orang untuk ikut dalam situasi intoleransi jadi seharusnya ketika saya sibuk kerja dari pagi sampai malam sesudah kerja lalu saya istirahat, kemudian jumat atau minggu beribadah lalu selesai. Tapi kalau mau melihat toleransi masyarakat Jakarta di kalangan bawah itu cukup sulit. Namun di tempat tertentu pasti ada yang aman dan rukun. Namun berita yang kita dapatkan lebih banyak konflik dibandingkan yang rukun-rukun itu. (Tertawa) Ini juga ada peran media pemberitaan untuk mengekspos kerukunan yang ada karena yang diberitakan seringkali negatif.

Yansen            : Menurut  Romo  apakah  karena  lingkungannya  terlalu  besar sehingga banyak orang yang bersifat individualis?

Romo Ece     : Di sini terlihat alat-alat perekat kebersamaan itu sepertinya dari sisi hukum. Apakah ada unsur budaya yang mempersatukan dilihat sebagai hal untuk membantu dalam hidup kerukunan beragama, saya kira belum terlalu melihat itu. Seperti di sini kalau ada masalah maka bertemu dengan Ketua RT/RW. Di kampung bertemu dengan ketua adat. Kalau kita datangin ketua adatnya semua pasti beres. (Tertawa) saya di Flores juga bisa tinggal tanpa satu rupiah pun. Yang penting saya datang ke ketua adat terlebih dahulu, karena pemerintahan di Flores

 

13

 

 

juga mendengar dari ketua adat. Jadi ada sarana yang merekatkan masyarakat yang heterogen.

Kevin               : Bagaimana pendapat Romo tentang orang atau kelompok yang ingin memecah belah bangsa ini dengan menggunakan agama bahkan ada bisnis untuk menyebarkan berita hoax?

Romo Ece     : Jadi orang perlu hidup, nah cara dalam bertahan hidup itu juga harus sesuai dengan hati nurani, namun ada orang yang hanya mengutamakan uang sehingga cara apapun digunakan. Jadi orang atau kelompok ini perlu ada sikap moral kalau sikap moral ini dimiliki maka mereka bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, yang baik saya lakukan yang buruk saya hindari. Tapi dalam situasi terdesak orang akan menggunakan segala cara untuk mendapatkan uang, misalnya dengan menyebar isu-isu atau menciptakan isu-isu negatif. Masyarakat juga harus pandai dalam menyikapi berita atau isu-isu yang beredar sehingga tidak terkena hoax dan menimbulkan keributan.

Yansen            : Menurut Romo, apakah  agama dapat mengubah pola mindset orang menjadi baik sehingga tidak mudah terpicu emosinya ketika ada isu-isu atau berita yang tidak benar?

Romo Ece     : Jadi begini, semua agama mengajarkan kebaikan dan kebenaran. Ketika orang sudah menjalankan agamanya dengan baik, itu sudah lebih dari cukup. Tetapi situasi diluar agama yang menggunakan agama sebagai tameng itulah yang bebahaya. Jadi berbicara dengan bagaimana meningkatkan mental sesorang dimulai lagi dari keluarga, lingkungan, teman dan lain-lain.

Piterson           : Menurut Romo, negara apakah yang patut dicontoh oleh Indonesia mengenai kerukunan antaragama?

Romo Ece     : Untuk negara saya belum mengetahuinya.

Piterson         : Bagaimana dengan kota di Indonesia sendiri Romo?

Romo Ece     : Kita kalau di daerah itu, biasanya konflik utamanya adalah tanah. Itu adalah sumber konflik yang dapat menyebabkan pembunuhan. Lalu kedua itu persoalan dengan wanita atau perkawinan. Kedua hal ini dapat diselesaikan secara

 

14

 

 

adat bukan hukum. Jadi daerah-daerah di Indonesia itu jarang mempeributkan tentang agama.

Piterson           : Dari  Gereja  Romo  sendiri,  adakah  kegiatan  untuk  menjaga kerukunan antarumat beragama?

Romo Ece     : Dalam bulan September di Gereja itu dijalankan sebagai bulan Kitab Suci. Jadi kegiatan-kegiatan lomba baca kitab suci itu digiatkan sungguh sungguh lalu tema yang diangkat di semua Gereja itu semakin pancasialisme dan semakin Katolik. Juga sering ada seminar-seminar yang dibuat untuk mempertemukan umat-umat dari berbagai agama juga. Ada juga divisi dalam Gereja yang bertujuan untuk membantu para korban bencana.

Carvin              : Menurut  Romo  mengenai  pemimpin  agama  yang betentangan dengan ajaran agamanya sendiri itu bagaiamana?

Romo Ece     : Jadi ini tugas kita sebagai pemimpin atau penyebar ajaran itu tidak cukup dalam berkata-kata saja, tapi kita juga harus berperilaku dan bertindak sesuai agama kita. Lalu kita dalam menjalankan tugas tetap harus sigap dalam menjaga sikap. Ketika kita sudah keluar dari bidang agama terkadang kita juga dapat melakukan hal yang betentangan dengan agama. Sehingga kita harus bisa menempatkan diri sebagai pewarta atau pemimpin agama. Itu merupakan pertanyaan yang berat ya. Tapi yang perlu diingat, setiap pemimpin agama pasti selalu berusaha menciptakan suasana yang tenang damai untuk menjaga kebersamaan ini. Karena tidak mudah untuk menjadi pemimpin atau pewarta, sehingga kita harus diperisapkan secara baik.

Carvin              : Menurut Romo mengenai masalah orang dengan bukti yang jelas melanggar hukum namun tetap membelah diri menggunakan agama itu bagaimana?

Romo Ece     : Jadi, ketika hari nurani seseorang sudah tidak berfungsi dengan baik, maka orang itu sudah tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang salah. Lalu orang itu terbukti salah namun di depan orang dia akan berusaha menyakinkan orang bahwa dia tidak bersalah. Biasanya terjadi pada orang yang

 

15

 

 

sudah terkenal, bahkan untuk mengaku salah aja itu sangat sulit sekali karena takut kehilangan kepercayaan atau statusnya.

Carvin             : Menurut Romo, apa respon kita terhadap orang suka menghina agama?

Romo Ece     : Sebagai  orang  intelektual,  pastinya  kita  sering  menghadapi masalah ini. Maka kita harus memperlihatkan sikap seorang intelektual di dalam kehidupan sehari-hari baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Lalu tetap tabah dan jangan mudah terpancing emosinya.

Yansen            :           Terima kasih Romo atas informasi dan waktunya.

Romo Ece       :           Terima kasih juga.

Setelah kegiatan selesai, kami Bersama dengan Romo berdoa bersama yang dipimpin secara Katolik oleh Romo Ece, mengakhiri sesi wawancara pada hari tersebut.

Pihak yang Terlibat           :

  • Yansen, Willy, Carvin, Piterson, Kevin sebagai pewawancara.
  • Willson sebagai notulen.
  • Willy sebagai perekam wawancara.
  • Enrico dan Ezra sebagai dokumentasi.
  • Romo Ece sebagai narasumber.

 

4.2 Kegiatan Wawancara 2

Lokasi Kegiatan                 : Gereja Kristus Yesus Greenville

Tanggal Kegiatan              : 27 Oktober 2017

Deskripsi                              :

Kegiatan wawancara yang kedua ini dilaksanakan di Gereja Kristus Yesus Greenville pada hari Jumat, 27 Oktober 2017. Pada wawancara ini, kami mewawancarai narasumber dengan tema Perbedaan Agama di Indonesia.

 

16

 

Sistematika Kegiatan       :

Sebelum kegiatan dimulai, kami bersama dengan Pendeta berdoa bersama yang dipimpin secara Kristen oleh Pendeta. Kemudian diikuti oleh sesi perkenalan dengan kelompok kami. Setelah berdoa, kami memulai wawancara dengan narasumber.

Yansen            : Pagi Pak Glen. Kami mahasiswa dari Binus. Tujuan kami ke sini, kami mau dengar sharing dari Pak Glen mengenai keberagaman agama, dalam artian ada banyak agama di Indonesia. Setuju ya pak?

Pendeta Glen  : Iya.

Yansen            : Ok. Pertanyaan pertama, bagaimana menurut pendapat Bapak dari keberagaman di Indonesia, yaitu ada banyak agama, bukan hanya banyak agama, tapi juga ada banyak aliran. Itu menurut pendapat Bapak bagaimana?

Pendeta Glen  : Pertama-tama  saya  bersyukur  dilahirkan  di  Indonesia  yang merupakan satu negara yang bagi saya cukup unik, karena keberagaman di Indonesia itu sangat luas, keberagaman suku, suku kita cukup banyak dari Aceh sampai Papua sekitar tujuh ratusan lebih suku dan bahasa. Keberagaman agama dan budaya, bagi saya itu merupakan sebuah karunia Tuhan bagi bangsa Indonesia. Kalau saya lihat secara pribadi, anugerah Tuhan yang tidak dimiliki oleh negara-negara tetangga, misalnya seperti Malaysia atau Singapura, jika dibandingkan dengan Indonesia, keberagaman di Indonesia jauh lebih kompleks. Bagi saya itu sebuah anugerah, karena kita bisa hidup dengan perbedaan, dengan keberagaman itu merupakan sesuatu yang indah.

Yansen            : Nah, kalau misalnya dari keberagaman itu, pasti mempunyai sisi positif dan juga sisi negatif. Kalau dari Pak Glen sendiri, sisi positif yang bisa kita ambil dari keberagaman agama maupun aliran di Indonesia kira-kira seperti apa Pak?

Pendeta Glen : Kalau sisi positif dari keberagaman agama itu kita bisa belajar dari satu dengan yang lain, misalnya saya asli Ambon, tapi dulu saya tinggal di Pontianak, itu juga satu kota yang bagi saya itu beragam juga. Di kota itu ada 3

 

17

 

 

etnis besar, yaitu Dayak, Tionghoa, dan Melayu. Kami hidup dengan kerukunan yang kuat. Kita saling belajar satu dengan yang lain. Bagi saya, saya bisa belajar banyak dengan keberagaman itu, artinya bahwa, misalnya saya dari Ambon, bisa belajar budaya Melayu, bisa belajar budaya Tionghoa, bisa belajar budaya Dayak, itu luar biasa bagi saya, artinya apa yang saya tidak punya selama waktu saya masih di Ambon, saya tidak pernah mimpi untuk tinggal di Pontianak, tapi ketika di sana, saya jadi tahu tradisi-tradisi orang Tionghoa. Itu merupakan hal yang baru bagi saya dan saya diperkaya dengan itu, misalnya dengan budaya Melayu, kemudian juga dengan budaya Dayak. Itu sisi positif yang bisa saya dapatkan dari belajar dari keberagaman itu.

Yansen            : Dari  Pak  Glen  sendiri,  ada  menyebutkan  bahwa  ada  banyak keberagaman, tapi kita bisa bersatu. Kira-kira faktor apa yang bisa merekatkan banyak orang dengan latar belakang yang berbeda, dengan agama yang berbeda?

Pendeta Glen  : Pertama kita mempunyai Pancasila. Pancasila adalah dasar, mulai dari agama sampai kehidupan sosial. Jadi, sila pertama itu Ketuhanan Yang Maha Esa, bagaimana kita juga menghormati sebagai anak bangsa ini, walaupun kita berbeda agama, berbeda keyakinan, tapi itu tidak memaksakan orang untuk mengikuti agama kita, dalam tanda kutip seperti paksaan. Kemudian, sila kedua itu menunjukkan bahwa manusia harus betul-betul diperlakukan dalam tanda kutip sebagai manusia. Lalu, sila ketiga itu Persatuan Indonesia, sila keempat itu berbicara tentang permusyawaratan/perwakilan, lalu sila kelima itu berbicara tentang keadilan sosial. Bagi saya, keberagaman itu bisa dipersatukan karena kita mempunyai ideologi Pancasila itu. Akhir-akhir ini kita selalu mendengar “Saya Indonesia, saya Pancasila”, berarti Indonesia kita satu. Biasanya kita merayakan Sumpah Pemuda, itu Tanah Air Bangsa, Bahasa yang satu. Jadi bagi saya, yang bisa merekatkan itu karena kita mempunyai ideologi Pancasila yang bisa diterima oleh semua agama .

Yansen            : Itu artinya memang kita bisa merekat karena ada dasarnya, ada ideologi. Tapi kalau misalnya kita bicara dari sisi agamanya sendiri, kira-kira menurut Bapak bagaimana ya?

 

18

 

 

Pendeta Glen : Saya pikir, semua ajaran agama secara umum pasti mengajarkan kasih di dalamnya, baik Kristen, Muslim, Khonghucu, Buddha, Hindu, dan Katolik. Semuanya mengajarkan tentang kasih. Saya pikir itu yang menjadi perekat. Tidak ada agama yang mengajarkan pergi bunuh orang, atau pergi musuhin orang.

Yansen            : Tadi kita telah membahas dari sisi positifnya, kalau kita tinjau dari sisi negatifnya, menurut Bapak, dari agama yang bergitu beragam, kira-kira ada hal negative apa yang bisa berdampak bagi kita?

Pendeta Glen  : Kalo kita bicara tentang satu pokok masalah, ada positif dan negatifnya. Dari sisi negatif yang saya lihat memang keberagaman ini bisa menjadi sebuah pemicu kalau kita tidak bisa saling menerima, menerima keberagaman, menerima orang lain, kemudian tidak dengan rendah hati. Di Indonesia, sudah mulai terjadi pemecahan yang saya amati dengan mata awam saya, mereka memanfaatkan keberagaman ini untuk memecah belah. Ini yang perlu diwaspadai oleh kita semua. Kalau kita sudah mulai terjebak dengan itu, maka akan berbahaya. Jadi, yang paling penting adalah bagaimana kita menjaga sikap dan hati kita, menerima keberagaman orang lain. Tentunya, orang lain punya kelebihan dan kekurangan. Setiap manusia tidak ada yang sempurna, tapi kita harus tetap menerima dengan penuh kasih. Kasih secara umum diajarkan di semua agama, jika itu tidak diterapkan, itu akan menjadi sisi negatif, sehingga keberagaman itu bisa menjadi sebuah pertikaian.

Yansen            : Tapi, kalau kita lihat lagi dari segi umatnya sendiri, tidak semua orang bisa menjalankan kasih itu. Kira-kira dari segi lainnya, apa yang bisa membuat semua penganut agama itu bisa memiliki pola pikir yang mau mengasihi? Pendeta Glen : Kita merasa, kita ini punya derajat yang sama. Itu kembali ke diri umat itu sendiri, bagaimana kita menjalin hubungan dengan orang-orang yang ada di sekitar kita yang berbeda ini. Kita dalam satu gereja pun, walaupun satu iman, belum tentu kita punya pandangan yang sama. Kembali seperti yang saya bilang, tergantung dari diri kita sendiri, untuk menghindari terjadinya konflik.

 

19

 

 

Willy                : Menurut Bapak sendiri tentang radikalisasi agama itu seperti apa pak?

Pendeta Glen  : Kalau bicara tentang radikal, jika kita mendengar namanya, kita bisa tau kalau itu adalah hal negatif, karena radikal itu adalah sebuah pemaksaan 1 ajaran supaya orang mengikutinya. Bagi saya, radikalisme jika dilihat dari segi manapun, tidak sesuai dengan ideologi Pancasila. Bicara tentang radikalisme juga bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, tetapi itu menjadi tanggung jawab kita semua, termasuk umat beragama.

Yansen            : Maksudnya bertanggung jawab dalam umat beragama itu seperti apa ya?

Pendeta Glen  : Kita tahu bahwa kita beragam. Ini kan bisa dimulai dari kelompok-kelompok kita, para pemuda-pemudi Kristen, Khonghucu, Buddha, Islam, Hindu. Kalau kita masing-masing ditanamkan pengajaran tentang kasih itu di agama kita masing-masing, maka kita akan melakukan ajaran itu dengan baik. Kalau itu dilakukan, saya pikir paham radikalisme akan bisa kita lawan bersama.

Yansen            : Tadi ada disinggung sedikit bahwa harus ditanamkan ke diri kita sendiri. Tapi jikalau dari kecil, kita ditanamkan 1 nilai yang sedemikian rupa, apa itu tidak menyebabkan menjadi seorang yang fanatisme?

Pendeta Glen  : Saya pikir, tergantung masing-masing orang itu. Saya percaya kepada Kristus, tapi saya tidak boleh fanatik, misalnya berkumpul dengan orang-orang yang memiliki agama yang berbeda. Harus dibedakan antara fanatik dengan pengajaran. Tidak ada orang tua yang mengajarkan hal-hal yang jelek ke kita. Kalau sampai kita besar, kita menjalankan ajaran-ajaran yang diberikan orang tua, itu justru jauh lebih baik, tapi tidak menjadikan diri kita fanatik. Fanatik berarti kita tidak mau bergaul dengan orang lain.

Enrico             : Tadi  kita  bicara  tentang  keberagaman  agama,  namun  kalau misalnya dalam masalah seperti percintaan. Misalnya, pernikahan yang berbeda agama, banyak yang tidak setuju. Menurut Bapak bagaimana?

Pendeta Glen : Jika dilihat dari segi kekristenan, kita tidak boleh menikah dengan orang yang tidak seiman. Percintaan adalah 2 pribadi yang dipersatukan, harus

 

20

 

 

mempunyai 1 tujuan yang sama, jangan sampai di dalam keluarga ada 2 agama yang berbeda.

Willy                : Menurut  Bapak,  apa  pendapat  Bapak  mengenai  sekularisme agama?

Pendata Glen  : Sering kali kita memisahkan diri dari politik. Jika kita lihat, kita sebenarnya tidak bisa memisahkan agama dan politik, bukan berarti saya harus menjadi politikus, tapi bagian kita adalah bagaimana kita bisa menjadi saluran berkat bagi bangsa ini. Mungkin kita tidak bisa menjadi politikus untuk bisa memberikan sesuatu kepada negara, tetapi kita bisa berdoa untuk pemerintah, itu sebenarnya adalah bagian dari kita berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jadi, ini semua tergantung bagaimana partisipasi kita sebagai bagian dari bangsa ini. Bagi saya, kita tidak bisa memisahkan antara agama dan politik.

Yansen            : Jika kita lihat dalam praktik nyatanya, jika kita pribadi sering mencampurkan agama dan politik, bukannya sering kali terjadi pertikaian?

Pendeta Glen  : Kalau dalam konteks ini, kita mempunyai Undang-Undang yang mengatur. Ingat, kita bukan negara Agama. Kalau negara Agama, berarti ada agama tertentu yang mengatur seluruh system pemerintahan ini, tetapi kita adalah negara demokrasi di mana ada Undang-Undang negara yang mengaturnya. Jadi, apapun agamanya, kita tetap harus tunduk kepada Undang-Undang negara. Ini merupakan bukti ketaatan kita kepada Tuhan. Jadi, menurut saya, kita juga harus jalan sesuai dengan koridor.

Enrico             : Jadi, Indonesia ini sudah mencapai titik di mana toleransi sudah tidak dapat disembuhkan lagi?

Pendeta Glen  : Pendiri bangsa ini tentu pasti mengesampingkan suku maupun golongan mereka untuk membangun bangsa ini. Lalu, kita sebagai penerus, justru kita bertikai. Saya melihat, kita sudah mencapai titik intoleransi yang sudah sangat kritis, tapi kita harus bersyukur, karena sampai sekarang Indonesia masih dalam belas kasihan Tuhan. Kita sebagai generasi muda harus menjadi pembawa perdamaian.

 

21

 

 

Willson             : Dari Bapak sendiri, apakah ada saran untuk kita menasehati teman kita yang mungkin terlibat dalam konflik-konflik tersebut?

Pendeta Glen  : Sebenarnya itu kembali ke diri kita sendiri, kita harus menjaga hati kita, berdoa kepada Tuhan supaya diberikan hikmat, belum tentu apa yang kita sampaikan, bisa diterima oleh teman kita. Kita juga harus bijak dalam menyampaikan teguran kepada orang lain.

Enrico             : Dari   Bapak  sendiri,   apakah   ada   negara   yang  di   mana kerukunannya sangat baik?

Pendeta Glen  : Saya pernah membaca sebuah artikel di mana mengatakan bahwa negara paling aman salah satunya adalah Norwegia. Negara tersebut bisa aman karena mempunyai sikap toleransi yang tinggi. Indonesia sebenarnya bisa menuju ke sana karena memiliki banyak sekali keberagaman tapi masih bisa dikatakan mempunyai toleransi yang cukup tinggi.

Yansen            : Di  Norwegia,  apakah          juga  memiliki  keberagaman  seperti  di Indonesia?

Pendeta Glen   : Sebenarnya,  Norwegia         dominan  dengan  agama  Kristen.  Yang masih dikatakan paling beragam tetap adalah Indonesia. Tapi menurut saya, Indonesia masih tergolong aman, walaupun banyak terjadi kerusuhan, tetapi kerusuhan itu tidak terlalu besar sekali. Bagi saya, itu merupakan contoh kerukunan dalam keberagaman yang cukup baik.

Kevin               : Kalau  di  Indonesia,  apakah  ada  kota  atau  daerah  yang  bisa menjalankan toleransi itu?

Pendeta Glen  : Menurut saya, kota yang bisa menjalankan toleransi itu adalah di Ambon. Di Ambon itu sendiri memiliki perbedaan agama, yaitu agama Kristen dan agama Islam. Tapi walaupun berbeda agama, warga Ambon sendiri tetap memiliki sikap toleransi yang tinggi terhadap perbedaan Agama.

 

22

 

 

Willson            : Kira-kira apa saran untuk kita bisa membantu orang-orang yang masih melakukan tindakan radikalisme atau tindakan jahat lainnya?

Pendeta Glen  : Sebenarnya masalah ini tergolong relatif, karena apa yang saya terapkan belum tentu bisa diterapkan oleh orang lain. Kalau sesuai dengan pengalaman saya, biasanya jika kita menghadapi orang-orang seperti itu, saya diamkan dulu beberapa saat sampai kepala mereka dingin dan siap untuk dinasehati.

Yansen            : Kalau dari GKY ini sendiri, apakah ada program-program khusus untuk menjaga keberagaman agama?

Pendeta Glen  : Ada, salah satunya dalam bidang diakonia. Diakonia itu kami melakukan bimbel yang ditujukan kepada masyarakat yang ada di sekitar sini, yang memiliki 99% muslim. Keberadaan Gereja jangan sampai membangun tembok, malah harusnya menjembatani. Kita punya sumber daya manusia yang cukup besar, ada yang bisa mengajar, dan sebagainya. Untuk itu, kami yang mempunyai potensi ini, membangun komunitas keberagaman.

Yansen            : Setelah atau sebelum program ini dilakukan, apakah ada respon yang berubah dari mereka sendiri?

Pendeta Glen  : Banyak,  seperti  yang  ikut  bimbel,  orang  tua  mereka  sangat berterima kasih karena sekolah-sekolah negeri di sini jarang dapat pelajaran Bahasa Inggris atau Matematika. Dengan belajar ini, mereka banyak terbantu.

Willson            : Apa  tanggapan  Bapak  terhadap  tokoh-tokoh  Agama  yang menyimpang dari ajaran Agamanya?

Pendeta Glen  : Saya juga tidak bisa menanggapi mereka. Sewaktu-waktu saya mungkin bisa jatuh seperti dia. Bagi saya, itu adalah jalan yang sudah dia pilih, nanti dia akan mempertanggungjawabkan kepada Tuhan.

Yansen            : Mungkin itu saja yang bisa kami tanyakan ke Bapak. Terima kasih atas waktu yang telah Bapak sediakan untuk kami.

Pendeta Glen  : Sama-sama.

 

23

 

 

Setelah wawancara selesai, kami berdoa kembali dengan pimpinan Pendeta Glen untuk menutup sesi wawancara pada hari tersebut.

Pihak yang Terlibat           :

  • Enrico, Kevin, Willson, Willy, dan Yansen sebagai pewawancara.
  • Carvin sebagai notulen.
  • Willy sebagai perekam wawancara.
  • Ezra dan Piterson sebagai dokumentasi.
  • Pendeta Glen sebagai narasumber.

 

4.3 Kegiatan Wawancara 3

Lokasi Kegiatan                 : Vihara Ekayana Arama

Tanggal Kegiatan              : 09 November 2017

Deskripsi                              :

Kegiatan wawancara yang ketiga dilaksanakan pada Vihara Ekayana Arama pada hari Kamis, 09 November 2017 pukul 17.00 WIB. Pada wawancara ini kami mewawancarai narasumber dengan tema Perbedaan Agama di Indonesia.

Sistematika Kegiatan       :

Sebelum kegiatan dimulai, kami Bersama dengan Bhante berdoa bersama yang dipimpin secara Buddhis oleh Bhante Nyanagupta. Kemudian diikuti oleh sesi perkenalan dengan kelompok kami. Setelah doa kami memulai wawancara dengan narasumber.

Yansen          : Selamat sore, Bhante.

Bhante           : Selamat sore.

Yansen            : Bagaimana pendapat Bhante tentang keberagaman Agama dan Aliran?

Bhante            : Keberagaman sesuatu yang indah menurut saya, karena negara kita itu dari awal dibangun Indonesia sangat luas, dilihat dari posisi geografi, sejarah kita sehingga menghasilkan berbagai etnis dan agama. Ini adalah sesuatu

 

24

 

 

hal yang patut kita syukuri. Yang paling harus disyukuri adalah para Founding Fathers atau para pendiri bangsa yang dari awal melihat hal ini. Sehingga ketika menentukan bentuk negara bukan bentuk negara teologis bukan bentuk negara agama tetapi bentuk negara persatuan berupa kesatuan yang demokratis, mereka juga mengangkat dari akar budaya Indonesia sendiri dengan semboyan Bhinekka Tunggal Ika. Oleh karena itulah negara ini dibangun. Saya tidak bisa membayangkan dunia harus seragam. Tidak akan mungkin terjadi, dunia ini tidak bisa diseragamkan ada beberapa ideologi dan kelompok yang mencoba menyeragamkan tapi ternyata gagal. Dulu di Tiongkok ketika revolusi kebudayaan tahun 60 sampai 70 komunis pernah berusaha untuk menyeragamkan dari cara berpakaian, potongan rambut, termasuk penanaman idelogi namun buktinya tidak berhasil. Di banyak negara yang berusaha seperti itu akan gagal. Mengapa? Karena pada hakikatnya manusia itu beragam walaupun dari satu etnis yang sama sekalipun itu beragam, dari satu agamapun juga beragam tidak ada yang sama bahkan dalam lingkungan kecil seperti keluargapun beragam.

Yansen            : Menurut Bhante, apa saja manfaat dari keberagaman agama/aliran di Indonesia?

Bhante            : Manfaatnya  adalah  ketika  kita  bisa  lebih  terbuka  menerima perbedaan itu maka kita akan belajar lebih banyak kita akan belajar menghormati orang lain, kita akan tahu banyak bahwa orang-orang Jawa seperti ini, orang Sunda seperti ini, begitu pula dengan kebudayaan mereka juga seperti ini mulai dari cara berpakaian, makanannya, bahasanya, dan lain-lain. Dalam agama juga seperti itu, misalkan bagiku agamaku paling benar namun belum tentu bagimu dengan berpikir seperti ini kita akan lebih terbuka melihat praktek-praktek keagamaan bahwa setiap agama itu berbeda. Kita bisa melihat cara-cara yang berbeda, ini sebagai sesuatu yang indah. Buat orang yang hidup dengan satu etnis atau agama mungkin dia tidak pernah bersentuhan dengan misalnya budaya atau agama lain. Misalnya buat mereka yang tinggal di Myanmar, Kamboja, Tiongkok yang tidak pernah bersentuhan dengan budaya Muslim, mereka tidak akan paham dengan cara praktek orang Muslim. Mungkin mereka dengar dari orang lain, dari media namun hanya sebatas asumsi saja belum tentu benar. Tetapi, dengan melihat secara langsung kita

 

25

 

 

akan tahu alasan dibalik mereka melakukan seperti itu. Dengan keberagaman ini kita menjadi lebih terbuka, wawasan kita menjadi lebih luas dan kita bisa tahu lebih banyak.

Yansen            : Menurut  Bhante,  kerugian/kesulitan  dari  keberagaman  itu apa saja?

Bhante : Ketika  beragam untuk  bisa  menyatukannya  relatif  lebih      sulit karena menyatakan satu kelompok yang seragam saja sulit apalagi yang berbeda. Menyatakan satu agama susah itulah mengapa di dunia ini tidak satu agama besar yang utuh, pasti terpecah menjadi berbagai mahzab(Aliran/Fraksi). Ketika agama Buddha terpecah menjadi Theravada, Mahayana, Tantrayana dan banyak lainnya kalau kita memaksakan harus sama itu sulit. Jadi, ketika kita bisa menghargai perbedaan akan menjadi lebih indah. Juga karena masing-masing orang punya ego yang membuat konflik dan dimanfaatkan kelompok politik untuk mengadudombakan orang/suku/agama.

Ezra     : Sekarang  kita  sering  dengar          istilah   radikalisme,     bagaimana pendapat Bhante mengenai radikalisme agama?

Bhante : Radikalisasi  dasarnya  adalah          dari      kepentingan     politik  dan kelompok melalui agama. Sebenarnya radikalisme dulu menyoroti politik namun kurang mengena di Indonesia. Masyarakat sekarang mudah dipengaruhi oleh tokoh-tokoh yang berkepentingan, mereka berpikir bahwa tokoh agama saya paling benar, ini yang berbahaya. Jadi, radikalisme berasal dari rasa ketika label agama mereka terusik, maka mereka akan berjuang demi agamanya tanpa berpikir jernih apa yang menjadi permasalahannya.

Ezra                 : Berhubungan dengan permasalahan tersebut, apa menurut Bhante tentang Sekularisme? Dalam konteks politik dipisahkan dengan agama.

Bhante            : Tidak bisa dipisahkan begitu saja, kalau kita bisa memisahkan sebenarnya bagus namun dalam prakteknya setiap negara sangat sulit untuk itu kecuali untuk negara yang tidak mengakui agama. Dengan adanya umat agama yang banyak ini maka politik akan ikut berpengaruh. Sekularisme tidak selamanya

 

26

 

 

jelek, namun prakteknya bagaimana. Saya tidak terlalu setuju mengenai negara yang sepenuhnya agama karena memang tidak cocok untuk saat ini. Para Founding Fathers juga telah melihat hal ini dan mencari jalan tengah yaitu Demokrasi Pancasila sehingga Indonesia bukan negara sekuler maupun negara Teologi namun negara di mana antara politik dan agama dapat bekerja sama.

Yansen            :           Keunggulan dengan ada sekularisme atau tidaknya sekularisme?

Bhante :           Setiap  sistem  baik  teologis/sekular  memiliki  landasan  teologi masing-masing, semua memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Paling utama adalah bagaimana penerapannya. Apakah negara agama buruk? Kalau diterapkan dengan baik tentu tidak akan buruk. Negara sekuler juga tergantung dan tidak jauh dari eksekutornya. Apakah pemerintah bersih dan lain-lain? Apabila hukumnya berjalan dengan baik maka akan baik negaranya.

Carvin             : Bagaimana  cara  mengatasi  konflik-konflik  bedasarkan  sudut-pandang agama?

Bhante            : Tidak ada konflik-konflik agama yang murni namun kepentingan-kepentingan politik. Konflik tidak akan terjadi jika masyarakat sudah memiliki pendidikan yang baik dan berpikir terbuka dan memiliki kesejahteraan dan penghasilan yang baik. Ketika masyarakat sejahtera dia tidak akan menimbulkan konflik-konflik, konflik terjadi karena ketidakpuasan. Jadi, bagaimana cara untuk menyejahterahkan masyarakat merupakan cara untuk mengatasinya dalam menjaga perdamaian.

Yansen            : Menurut Bhante, apakah peran agama sangat berpengaruh dalam diri sendiri seseorang?

Bhante             : Agama pada hakikatnya ada di situ. Namun semua itu tergantung dari institusi keagamaannya. Jika mengajarkan perdamaian, maka akan menjadi perdamaian, namun sebaliknya jika mengajarkan kebencian, maka akan muncul kehancuran.

 

27

Carvin         :Secara umum wilayah Jakarta dan Indonesia sudah rukun?

Bhante        : Secara umum wilayah Jakarta dan Indonesia sudah bisa dibilang rukun, namun pemahaman yang berbeda, cara pandang yang salah terhadap etnis atau agama tertentu dapat menyebabkan ketidakakuran.

Carvin             : Pendapat       bhante   tentang   kelompok-kelompok         yang    ingin memecah belah perdamaian?

Bhante             : Sepanjang     peradaban  manusia,  banyak  manusia        yang    suka memanfaatkan kesempatan dan berbagai cara untuk mendapatkan tujuannya. Yang paling penting adalah bagaimana kita menghadapi orang-orang seperti itu, yaitu dengan menanamkan nilai-nilai toleransi, keharmonisan, dan kebhinekaan.

Kevin               : Pendapat Bhante tentang tokoh-tokoh agama yang bertentangan dengan ajaran agamanya sendiri itu bagaimana?

Bhante            : Sepanjang  ada  institusi  agama,  ada  saja  seperti  itu.  Karena sekalipun tokoh agama mereka bukan orang suci mereka masih punya ego yang bermain. Oleh karena itu Sang Buddha bersabda “Janganlah engkau percaya meskipun itu adalah ucapan dariku ataupun dari teks kitab suci tanpa engkau mengerti sendiri tentang baik atau buruknya hal itu”. Jadi kita harus menganalisa terlebih dahulu, benar atau tidak yang tokoh agama katakan.

Willson             : Menurut Bhante sendiri, adakah negara yang dapat dicontoh akan kerukunan keberagamannya itu?

Bhante            : Sebenarnya   Indonesia   sudah   cukup   bagus.   Cuma   dalam penerapan-penerapanya perlu dikembangkan. Di Indonesia sendiri sudah cukup menjamin kebebasan beragama. Banyak negara yang dapat dicontoh namun tidak sempurna.

Willson             : Apakah dari Vihara ada gerakan untuk menjaga kerukunan dengan umat bergama?

 

28

 

 

Bhante             : Tentu, kita selalu terbuka, baik dalam menjaga hubungan dengan lingkungan, hubungan secara institusi maupun secara personal antara tokoh-tokoh agama.

Kevin               : Bagaimana  respon  kita  terhadap  orang  yang  menjelek-jelekan agama kita?

Bhante            : Biarin aja. Alkisah pada jaman Sang Buddha, ada orang yang memaki-maki Sang Buddha lalu Sang Buddha bertanya kepadanya “Jika ada orang memberikan hadiah kepadamu, lalu kamu tidak mau menerima hadiah itu. Lalu hadiah itu balik ke siapa?”. Maka hadiah itu akan balik kepada si pemberi. Mereka berbicara seperti itu karena ketidaktahuannya.

 

Yansen            : Terima kasih Bhante atas informasi dan waktunya.

Bhante            : Terima kasih juga.

Setelah kegiatan selesai, kami berikan kesempatan kepada kelompok lain untuk mewawancarai Bhante Nyanagupta.

Pihak yang Terlibat :

  • Yansen, Ezra, Carvin, Kevin, dan Willson sebagai pewawancara.
  • Enrico sebagai notulen.
  • Willy sebagai perekam wawancara.
  • Piterson sebagai dokumentasi.
  • Bhante Nyanagupta sebagai narasumber.

 

29

 

 

4.4 Kegiatan Wawancara 4

Lokasi Kegiatan                 : Sekolah Dasar Al-Azhar 5

Tanggal Kegiatan              : Jumat, 1 Desember 2017

Deskripsi                              :

Kegiatan wawancara yang keempat dilaksanakan di Sekolah Dasar Al-Azhar 5 pada hari Jumat, 1 Desember 2017. Pada wawancara ini, kami mewawancarai narasumber dengan tema Perbedaan Agama di Indonesia.

Sistematika Kegiatan       :

Sebelum kegiatan dimulai, kami mengenalkan kelompok kami terlebih dahulu. Setelah itu, kami memulai wawancara dengan narasumber.

Yansen            : Selamat siang pak, kami mahasiswa dari Binus, ingin mendengar sharing dari Bapak sendiri mengenai keberagaman agama. Pertanyaan pertama, menurut pendapat Bapak sendiri mengenai adanya banyak agama dan juga aliran kepercayaan di Indonesia seperti apa?

Ustadz Ahmad: Jadi, Indonesia itu sebagai negara yang majemuk, banyak sekali etnis yang hidup di negara Indonesia, begitu juga suku yang begitu banyak dan beragam, dan ini memang kembali ke sejarah awal mulai Indonesia terbentu yaitu nusantara. Kita harus mengakui agama-agama yang berada di Indonesia dan diakui sebagai agama resmi negara, tidak lain itu karena sejarah bangsa kita yang terbentuk memang dari beberapa agama-agama yang terlahir dari kerajaan-kerajaan, jadi memang tidak bisa pungkiri, keberagaman di Indonesia ini harus kita akui, memang semua kerajaan-kerajaan yang dulu berlatar belakang agama pun punya andil dalam membentuk negara ini, jadi sebagai negara yang beraneka ragam, yang berbhineka tunggal ika, kita juga harus mengakui adanya peran serta agama-agama lain selain agama-agama yang kita anut. Jadi, masing-masing memiliki peran penting dalam terbentuknya negara republik Indonesia ini, memang kita harus akui, jadi kita harus menjadikan keberagaman budaya ini sebagai suatu bentuk kebhinekaan, yang artinya kita harus menjaga toleransi di antara umat beragama. Dalam hal ini, agar tidak terjadi intoleransi atau ketidakrukunan antar umat beragama, dan itu perlu kita lestarikan, memang Indonesia tidak semata-mata milik satu agama, tidak milik satu

 

30

 

 

aliran kepercayaan, tetapi memang dibentuk dari berbagai macam atau terbentuk dari berbagai unsur agama yang pernah terlibat terutama dalam peran-peran kemerdekan negara ini.

Yansen            : Kalau begitu, kira-kira menurut Bapak sendiri, dari keberagaman agama yang beragam itu, ada manfaat apa saja yang bisa kita tarik?

Ustadz Ahmad : Dari sisi keberagaman, kita sebagai manusia itu, hidup di dunia, memang sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan. Artinya begini, sebagai makhluk sosial, kita tidak mungkin sendiri, tidak seperti binatang yang bisa hidup berkelompok dengan sesame jenis, tetapi manusia tidak bisa, karena pada hakikatnya kita membutuhkan orang lain dalam menjalankan kehidupan kita. Dalam kita berusaha hidup di dunia ini, kita pasti membutuhkan orang lain dan kita harus akui orang lain itu belum tentu sama dengan kita. Orang lain yang ada di dunia ini belum tentu seagama dengan kita, dan juga harus kita saling menghormati dan saling menghargai. Artinya dalam keberagaman, kita bisa mengambil manfaat dari saudara-saudara kita yang berbeda agama, dalam hal menjaga ketentraman dalam menjalankan ibadah. Di satu sisi, seorang penganut agama sedang menjalankan ibadah sesuai keingainannya, tidak ingin diganggu oleh orang lain yang berbeda keyakinan, dan dengan adanya keberagaman ini, diharapkan tetangga kita yang berbeda keyakinan dengan kita mau menghargai atau menjaga ketentraman selama kita menjalankan ibadah. Saya rasa itu salah satu yang bisa kita ambil dalam keberagaman.

Yansen            : Tadi  dari  segi  manfaatnya,  sekarang  dari  keberagaman  itu mungkin ada dampak-dampak negatif yang bisa mempengaruhi, kira-kira ada apa saja?

Ustadz Ahmad : Sebagai makhluk sosial, kita berinteraksi dengan orang yang berbeda-beda, dan ini pun bisa menimbulkan konflik. Jangankan berbeda agama, agama yang sama pun terkadang juga bisa terjadi konflik antara satu dengan yang lainnya, tidak lain sebabnya karena kita ini sudah hidup jauh dari munculnya agama itu pertama kali. Semakin jauh jarak kita dengan pembawa agama pertama kali, menyebabkan kita menjadi salah persepsi terhadap agama sehingga terjadi

 

31

 

 

perbedaan tafsir agama yang dibawa oleh pembawa agama tersebut, sehingga terjadi konflik antar agama.

Willy               : Menurut Bapak, tentang radikalisasi agama ini gimana?

Ustadz Ahmad : Radikalisasi agama itu bisa timbul dari pemahaman agama yang setengah-setengah. Sehingga dia mewariskan pemahaman yang setengah-setengah itu kepada generasi selanjutnya. Jadi, seharusnya kita meneliti lebih jauh lagi tentang agama itu secara utuh, sehingga radikalisasi itu tidak terjadi.

Willy               : Menurut Bapak, tentang sekularisme agama ini gimana?

Ustadz Ahmad : Sekularisme dasarnya juga karena pemahaman agama yang setengah-setengah. Sehingga dia meyakini ada pemisahan antara kehidupan dunia dan kehidupan agama. Pada hakikatnya, manusia itu lahir dari agama, dan budaya akan mengikuti agama. Selama kebudayaan itu tidak bertentangan dengan sumber agama, dapat menjadi sumber hukum. Jadi, tidak ada pemisahan atau sekularisme antara hukum dengan agama.

Carvin             : Seperti  yang  kita  ketahui,  dengan  banyaknya  keragaman  di Indonesia, pasti banyak konflik yang terjadi. Kira-kira dari Bapak sendiri, cara untuk mengatasi konflik-konflik itu gimana?

Ustadz Ahmad : Konflik itu terjadi biasanya karena pemahaman yang setengah-setengah terhadap suatu agama. Pemahaman yang setengah-setengah ini lah yang menyebabkan terjadinya konflik. Cara mengatasinya adalah tugas dari para pemuka agama untuk mengajarkan kepada umatnya tentang kepercayaannya masing-masing dan harus dengan sumber aslinya. Dengan kita mengetahui penuh tentang pemahaman agama, itu bisa mencegah terjadinya konflik-konflik tersebut.

Carvin             : Menurut Bapak sendiri, khususnya di Jakarta ini banyak sekali umat beragama, jadi bagaimana kondisi umat beragama di sini? Apakah sudah bisa dibilang rukun atau belum?

Ustadz Ahmad : Memang kalau di Jakarta kita lihat ini adalah sebuah kota metropolitan yang memang beragam sekali dengan suku bangsanya. Ini bisa

 

32

 

 

menimbulkan konflik antar umat beragama, tetapi di Jakarta ini mereka adalah orang-orang yang memiliki intelektual yang tinggi, sehingga mereka akan memahami agama secara penuh. Sehingga boleh dikatakan di Jakarta ini 90% kerukunan agama itu terwujud.

Carvin             : Seperti yang Bapak ketahui, di Indonesia ini ada sekelompok orang yang berusaha untuk memecah belah Bangsa Indonesia. Menurut Bapak sendiri, orang-orang seperti itu bagaimana?

Ustadz Ahmad : Jadi, orang-orang yang berusaha memecah belah kerukunan, itu semata-mata dia adalah orang yang memikirkan dirinya sendiri dalam hidup bermasyarakat dan beragama. Secara hakikat, jika dia hidup beragama, dia tidak akan melakukan hal seperti itu.

Willson            : Apakah  Bapak  ada  cara  supaya  bisa  menjaga  kerukunan  di Indonesia ini?

Ustadz Ahmad : Caranya kembali lagi kepada kita memahami agama yang kita yakini masing-masing. Saya yakin masing-masing agama itu mengajarkan yang baik bagi para pemeluknya. Dengan mereka memahami agama, mereka bisa menciptakan kerukunan antar umat beragama di Indonesia. Sebaliknya, jika mereka tidak memahami agama dengan sungguh-sungguh, itu akan menyebabkan konflik di negara ini.

Willson            : Menurut  Bapak,  apakah  ada  negara  yang  bisa  kita  contoh kerukunan negaranya?

Ustadz Ahmad : Kalau negara yang bisa dijadikan contoh buat kita di luar, saya lihat belum begitu banyak, karena contoh pemerintahan yang benar-benar ideal sudah pernah terjadi dulu, dan saat ini kita belum bisa menemukan negara yang bisa dijadikan panutan.

Enrico             : Menurut agama Islam, pandangan toleransi yang baik itu seperti apa?

 

33

 

 

Ustadz Ahmad : Toleransi adalah bentuk penghormatan untuk menjaga kehormatan, dan hak/kewajiban dalam menjalankan kegiatan agama. Toleransi ini diharapkan untuk bisa menghormati agama lain.

Willson            : Dari pihak Masjid Bapak, apakah ada gerakan untuk menjaga kerukunan antar umat beragama?

Ustadz Ahmad : Di Masjid memang ada kegiatan-kegiatan yang pada dasarnya untuk menambah wawasan dalam memahami agama. Jadi, di sini tidak hanya mengajarkan tentang ajaran Islam, tetapi juga mengajarkan tentang toleransi antar agama lain.

Kevin               : Bagaimana   pendapat   Bapak   tentang   tokoh   agama   yang tindakannya bertentangan dengan yang dia ajarkan?

Ustadz Ahmad : Jadi, saya juga tidak bisa menilai seseorang apa motivasinya dari berbagai pemuka agama, tapi biasanya manusia itu mempunyai tuntutan ekonomi sehingga dia bisa mengambil suatu keputusan. Sehingga dia mengajarkan kepada jemaat tentang pemahaman agama yang setengah-setengah itu. Semakin banyaknya masalah dalam hidupnya, dia jadi melakukan tindakan yang bertentangan dengan agamanya.

Kevin               : Bagaimana pendapat Bapak tentang orang-orang yang melakukan kejahatan dengan mengatasnamakan agama?

Ustadz Ahmad : Orang-orang yang dianggap teroris atau melakukan pengeboman yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang, mereka meyakini kalau tindakan mereka itu merupakan sebuah ibadah atau jihad. Itu bisa terjadi karena pemahaman agama yang setengah-setengah.

Kevin               : Bagaimana kita harusnya merespon kalau orang-orang ada yang menghina agama kita?

Ustadz Ahmad : Dalam masalah penghinaan agama, saya rasa setiap negara mempunyai hukum sendiri yang mengatur tentang penghinaan agama. Sebenarnya sah saja jika kita menghina agama orang lain, tetapi penghinaan itu harus diubah

 

34

 

 

menjadi sebuah pembelajaran bagi diri kita dan orang-orang yang seiman dengan kita, dan tidak boleh disebarluaskan. Cara kita meresponnya adalah kita harus berpikir jauh ke depan. Kita harus membicarakan dengan kekeluargaan, supaya tidak terjadi konflik.

Yansen            : Pesan dari Bapak sendiri kepada generasi muda untuk menjaga toleransi itu seperti apa?

Ustadz Ahmad : Sebagai generasi muda, kita harus kritis pada pengajaran pemuka-pemuka agama. Kita jangan telan bulat-bulat semua yang diajarkan, kita harus menyaringnya dan mencari tahu lebih banyak lagi, sehingga kita bisa mengetahui agama kita secara penuh dan tidak setengah-setengah supaya bisa tercipta sikap toleransi dalam diri kita.

Yansen            : Mungkin itu saja yang bisa kami tanyakan ke Bapak. Terima kasih atas waktu yang telah Bapak sediakan untuk kami.

Ustadz Ahmad : Sama-sama.

Pihak yang Terlibat           :

  • Carvin, Kevin, Willson, Willy, dan Yansen sebagai pewawancara.
  • Piterson sebagai notulen.
  • Willy sebagai perekam wawancara.
  • Enrico dan Ezra sebagai dokumentasi.
  • Ustad Ahmad Rifai sebagai narasumber.

 

35

 

 

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Melalui wawancara kepada tokoh-tokoh agama ini kami dapat melihat dah mempelajari bagaimana cara agama-agama lain dalam menanggapi keberagaman agama. Setiap agama tidak ada yang mengajarkan pada umatnya untuk melakukan kejahatan kepada umat beragama lainnya, melainkan setiap agama mengajarkan kepada umatnya untuk saling menyayangi dan mengasihi setiap manusia. Kami dapat mempelajari bahwa, keberagaman yang diberikan ini bukanlah sebuah cobaan, melainkan suatu anugrah yang diberikan oleh Tuhan kepada kita untuk kita manfaatkan kedepannya.

5.2 Saran

Terdapat banyak ilmu yang kita dapatkan dalam wawancara ini. Diharapkan ilmu-ilmu yang kita dapatkan ini menjadi pelajaran untuk kita dalam menanggapi keberagaman agama, bukan menjadi bahan perdebatan yang akan mengakibatkan konflik antar umat beragama.

  • Refleksi Individual

–   Carvin Edlin

Kesan saya adalah saya jadi lebih banyak tahu mengenai agama yang berbeda. Bukan hanya mengenal dan mendalami agama sendiri, tetapi saya juga bisa mendalami agama yang lain. Memang mungkin saya belum terbiasa dengan agama lain, tetapi lama kelamaan, wawancara itu menjadi sebuah pelajaran bagi saya bahwa di Indonesia ini banyak sekali keberagama agama, dan itu merupakan suatu hal yang sangat indah. Saya jadi bangga dengan negara ini karena walaupun mempunya banyak sekali keberagaman agama, tapi negara ini masih bisa dibilang negara yang rukun,

 

36

 

 

dan menjunjung tinggi nilai toleransi. Walaupun berbeda, tapi tetap memiliki suat tujan yang sama yaitu mengajarkan kasih antar sesama.

  • Enrico Hasnawi

Kesan pesannya dari wawancara ini saya mendapatkan banyak sekali pengetahuan baru mengenai agama lain dan menyadari bahwa sangat beruntungnya Indonesia dengan adanya keberagaman, baik suku, ras, dan agama. Namun dari keberagaman agama itu, banyak sekali timbulnya konflik yang sebenarnya bukan dari agama itu sendiri namun dari tokoh– tokoh yang memakai agama untuk memicu konflik itu sendiri. Dari itu, kita sebagai generasi muda tidak boleh mudah terpengaruhi oleh kata-kata orang lain. Begitu pula umat-umat beragama baik dari agama Kristen, Katolik, Islam, Hindu, Buddha dan Konghucu harus bekerja sama untuk menciptakan kedamaian di dunia.

  • Ezra Indrastata Spinoza

Selama wawancara, saya mendapatkan kesan yang menarik untuk diungkapkan, terutama pada kesadaran diri kita sendiri. Setiap tokoh agama secara langsung maupun tidak mengatakan bahwa semua hal negatif dan positif itu tergantung oleh kita sendiri. Kita harus bisa introspeksi diri atas perilaku-perilaku yang telah kita lakukan dan melihat dampaknya pada keberagaman agama. Hal ini yang kita perlu perhatikan yaitu wawasan kita sendiri. Wawasan terbuka harus kita terapkan bersama karena tanpa pandangan terbuka, kita tidak bisa melihat dari perspektif orang laing sehingga bisa berprasangaka negatif tentang yang berbeda. Jadi, layaknya kita membuka wawasan kita dan melihat kembali diri kita sendiri.

  • Kevin Winarko

Kesan saya setelah melewati empat tahap acara bahwa pandangan dari empat narasumber itu berbeda beda tiap agamanya, meskipun ada yang sejalan dengan pemikiran saya dan ada juga yang tidak. Dari kegiatan ini, saya belajar banyak dari para narasumber bahwa pandangan berbeda tersebut tidak akan menghalangi kita untuk saling menghormati dan

37

 

 

menghargai agama satu sama lain dan selalu menjaga toleransi dan kerukunan antar agama. Selain itu, saya bisa mengetahui keunikan dan sudut pandang dari sebuah agama dari topik topik yang diberikan oleh kami. Saya senang bisa belajar memahami topik topik tersebut dari empat sudut pandang agama yang berbeda tetapi sama dalam mengajarkan kebaikan, kasih sayang, dan tolereansi.

  • Piterson Satio

Selama menjalankan proyek luar kelas Character Building: Agama dengan melakukan wawancara terhadap tokoh-tokoh agama ini, pengetahuan saya mengenai agama di Indonesia semakin meluas. Dari tokoh-tokoh tersebut, saya tidak hanya memperdalam pengetahuan tentang agama saya saja, namun juga membuka pikiran saya tentang ajaran agama lain, khususnya di bagian kerukunan antar umat beragama. Tidak hanya itu, saya juga semakin tahu banyak soal keadaan sekitar dari tempat yang cukup jauh dari tempat tinggal saya, mulai dari hidup rukun dan bertoleransi, serta saling bekerja sama dengan satu sama lain, meski di tengah perbedaan yang ada.

  • Willson

Kesan saya, saya mengetahui bahwa agama lain juga sejalan dengan agama saya. Selama ini, yang menyebabkan ketidaknyamanan adalah sebagian orang yang menyalahgunakan agama, entah itu sebagai tameng ataupun sebagai pemicu isu-isu, masalah, dan lain-lain.

  • Willy Setiawan

Kesan saya terhadap wawancara terhadap tokoh-tokoh agama ini yaitu saya menjadi lebih tau tentang agama-agama lain, terutama terhadap agama tersebut dalam menanggapi keberagaman agama. Saya menjadi tau bahwa tidak ada agama yang mengeluh akan adanya keberagaman agama tersebut, dan tidak ada pula yang menginginkan keberagaman agama tersebut dihilangkan, melainkan setiap agama mensyukuri adanya

38

 

 

keberagaman yang terdapat di Indonesia, dan menjadikannya sebuah anugerah yang diberikan oleh Tuhan.

  • Yansen Christian

Menurut saya, pengalaman untuk mewawancarai berbagai tokoh agama merupakan sebuah pengalaman yang amat menarik. Lewat kegiatan wawancara ini saya mendapat banyak pengetahuan baru. Bukan hanya itu saja, pikiran saya mengenai toleransi, kerukunan antar umat beragama, dan lain sebagainya menjadi lebih terbuka dibandingkan dengan dahulunya saya melihat permasalahan-permasalahan tersebut hanya dari sudut pandang agama saya saja atau bahkan hanya dari pendapat pribadi saja. Akan tetepi setelah melakukan kegiatan wawancara ini, saya mampu melihat segala sesuatunya itu dari sudut pandang yang lebih luas lagi.

5.4 Refleksi Kelompok

Sikap toleransi antar umat beragama merupakan suatu hal yang penting untuk kemajuan bangsa. Dengan adanya sikap toleransi, masyarakat Indonesia menjadi lebih mudah untuk bekerja sama untuk membangun Indonesia menjadi lebih baik lagi. Namun melaksanakan hal tersebut tidaklah mudah. Salah satu cara untuk membentuk sikap toleransi tersebut adalah dengan mempelajari budaya, agama, atau kehidupan orang lain yang berbeda dari kita. Dengan adanya wawancara ini, kami dapat mempelajari agama-agama lain sehingga sikap toleransi yang ada pada kami lebih ditanamkan dan bisa mempengaruhi orang–orang disekitar kami.

 

39

 

 

REFERENSI

Anon., 2014. Character Building: Agama. Jakarta: CBDC Bina Nusantara University.

Jordan, R., 2017. Pangeran Arab: Kebodohan Tentang Agama Sebabkan Timbulnya Terorisme. [Online]
Available at: https://news.detik.com/berita/d-3492438/pangeran-arab-kebodohan-tentang-agama-sebabkan-timbulnya-terorisme

Nash, R. F., 1989. The Rights of Nature (A History of Environmental Ethics).

London: The University of Winconsin Press. Rustanto, E., 2008. Ibadah atau Rutinitas. [Online]
Available at: https://ecotanto.wordpress.com/2008/01/13/ibadah-atau-rutinitas/

Sirait, B., 2011. Bahaya Rutinitas. [Online]
Available at: https://gri.or.id/news/view/594/bahaya-rutinitas

Suseno, F. M., 1987. Etika Dasar, Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral.Yogyakarta: Kanisius.

Tucker, M. E. & Grim, J. A., 1994. Worldviews and Ecology: Religion, Philosophy, and the Environment. New York: Orbis Book.

 

40

 

 

Lampiran 1: Notulensi Kegiatan Diskusi Kelompok

  1. Tema Diskusi :
    Judul Kegiatan, Pembagian Tugas Kegiatan, Penyesuain Jadwal, dan
    Lokasi Kegiatan.
  1. Tempat dan Waktu Diskusi :
    Tempat            : BINUS Kampus Anggrek Lt. 5
    Hari/Tanggal   : Senin, 2 Oktober 2017
    Waktu : 15.00 – 16.30
  1. Peserta Diskusi :
  • Carvin Edlin
  • Enrico Hasnawi
  • Ezra Indrastata Spinoza
  • Kevin Winarko
  • Piterson Satio
  • Willson
  • Willy Setiawan
  • Yansen Christian
  1. Kesimpulan Diskusi Kelompok :
    • Judul kegiatan sekaligus tema wawancara: Persatuan diantara Keberagaman Agama
    • Pembagian Tugas Kegiatan:
    1. PIC: Enrico Hasnawi, Kevin Winarko, Willson, Willy, Yansen Christian.
    2. Dokumentasi (Foto dan Video) dan catatan akan dibahas 1 minggu sebelum jadwal wawancara yang sudah ditentukan melalui kesepakatan dari kami dengan tokoh agama.
    3. Jadwal akan diberikan dalam bentuk Google Sheets dan setiap anggota akan mengisi jadwal–jadwal mereka yang sibuk/tidak kosong untuk menyesuaikan jadwal sehingga tidak terjadi bentrok pada saat kegiatan survei maupun kegiatan wawancara berlangsung.
    4. Lokasi Kegiatan survei akan dilaksanakan di Wihara Ekayana, dan Gereja Kristus Yesus pada hari Selasa saat Database GSLC pada pukul 09.00–selesai. Meeting point di depan perpustakaan BINUS Anggrek.
    5. Pembagian Pengerjaan Proposal:-     Pengesahan, Bab 1 : Yansen Christian
      –     Bab 2  : Piterson Satio
      –     Bab 3  : Carvin Edlin
  2. Foto Kegiatan Diskusi

Gambar 1. Foto saat melakukan kegiatan diskusi

 

 

Lampiran 2: Survei Lokasi 1          

  1. Lokasi Survei :
    Wihara Ekayana, Jalan Mangga II No. 8, Tanjung Duren Barat, RT.8/RW.8, Duri  Kepa,  Kebon  Jeruk,  Kota  Jakarta  Barat,  Daerah  Khusus  Ibukota Jakarta 11510
  1. Peserta Survei :
  • Carvin Edlin
  • Enrico Hasnawi
  • Ezra Indrastata Spinoza
  • Kevin Winarko
  • Piterson Satio
  • Willson
  • Willy Setiawan
  • Yansen Christian
  1. Pihak yang Dijumpai Saat Survei :
    Bhante Nyanagupta
  2. Tanda Tangan Narasumber :
  1. Hasil Survei :
    Memberikan surat jalan yang didapat dari BINUS, lalu akan dikontak dari pihak Bhante untuk pemberitahuan tanggal dan waktu wawancara yang tersedia.
  2. Foto Kegiatan Survei

Gambar 2. Foto Bersama di depan Wihara Ekayana

 

 

Lampiran 3: Survei Lokasi 2          

  1. Lokasi Survei :
    Gereja Kristus Yesus Jemaat Greenville, Jalan Raya Greenville, Komplek Green Ville Blok AZ no.1, RT.11/RW.9, Duri Kepa, Kebon Jeruk, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11510
  1. Peserta Survei :
  • Carvin Edlin
  • Enrico Hasnawi
  • Ezra Indrastata Spinoza
  • Kevin Winarko
  • Piterson Satio
  • Willson
  • Willy Setiawan
  • Yansen Christian
  1. Pihak yang dijumpai saat survei :
    Bu Clara (Tata Usaha) dan Guru Injil Glenn
  2. Tanda Tangan Narasumber :
  3. Hasil Survei :
    Kami dibawa ke ruangan Guru Injil Glenn untuk diskusi masalah wawancara dan beliau menerima kami untuk melakukan wawancara sesuai jadwal kosong atau libur kami.
  4. Foto Kegiatan Survei :

 

Gambar 3. Foto Bersama di Depan Gereja Kristus Yesus Jemaat Greenville

 

 

Lampiran 4: Survei Lokasi 3          

  1. Lokasi Survei :
    Tidak ada (Karena Romo ingin bertemu di BINUS)
  1. Peserta Survei :
  • Carvin Edlin
  • Enrico Hasnawi
  • Ezra Indrastata Spinoza
  • Kevin Winarko
  • Piterson Satio
  • Willson
  • Willy Setiawan
  • Yansen Christian
  1. Pihak yang Dijumpai saat survei :
    Romo Petrus Ece
  2. Tanda Tangan Narasumber :
  3. Hasil Survei:
    Wawancara akan langsung dimulai hari itu juga di Lantai 8 Bina Nusantara University Kampus Anggrek.
  4. Foto Kegiatan Survei:

Gambar 4. Foto bersama Romo Petrus Ece di balkon BINUS Anggrek lantai 8

 

 

Lampiran 5: Survei Lokasi 4          

  1. Lokasi Survei :
    Sekolah Dasar Islam Al-Ahzar 5, Jalan Kemandoran I No.41, RT.1/RW.16, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.1/RW.16, Grogol Utara, Kby. Lama, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12210
  2. Peserta Survei :
  • Carvin Edlin
  • Enrico Hasnawi
  • Ezra Indrastata Spinoza
  • Kevin Winarko
  • Piterson Satio
  • Willson
  • Willy Setiawan
  • Yansen Christian
  1. Pihak yang Dijumpai Saat Survei :
    Pak Ahmad Rifai
  2. Tanda Tangan Narasumber :

  3. Hasil Survei:
    Wawancara akan dilakukan hari ini juga karena kebetulan Pak Ahmad sedang tidak sibuk dan kemungkinan dia akan sibuk di hari–hari kedepannya.
  4. Foto Kegiatan Survei:

Gambar 5. Foto Kelompok saat Survei di Sekolah Dasar Islam Al-Ahzar 5

 

 

Lampiran 6: Kegiatan Wawancara I (Kristen Katolik)

  1. Tema Kegiatan :
    Keberagaman Agama
  2. Anggota Kelompok yang Hadir :
  • Carvin Edlin
  • Enrico Hasnawi
  • Ezra Indrastata Spinoza
  • Kevin Winarko
  • Piterson Satio
  • Willy Setiawan
  • Wilson
  • Yansen Christian
  1. Foto Kegiatan :

Gambar 6. Persiapan dan sesi perkenalan sebelum memulai wawancara

Gambar 7. Sesi tanya jawab dan wawancara

Gambar 8. Romo Ece sedang mendengar pertanyaan dari kami

Gambar 9. Foto bersama selesai wawancara

 

 

Lampiran 7: Kegiatan Wawancara II (Kristen Protestan)

  1. Tema Kegiatan : Keberagaman Agama
  2. Anggota Kelompok yang Hadir :
  • Carvin Edlin
  • Enrico Hasnawi
  • Ezra Indrastata Spinoza
  • Kevin Winarko
  • Piterson Satio
  • Willy Setiawan
  • Wilson
  • Yansen Christian
  1. Foto Kegiatan :

Gambar 10. Proses wawancara dengan Guru Injil Glenn

Gambar 11. Guru Injil Glenn antusias mendengar dan menjawab

 

 

Lampiran 8: Kegiatan Wawancara III (Buddha)

  1. Tema Kegiatan :
    Keberagaman Agama
  2. Anggota Kelompok yang Hadir :
  • Carvin Edlin
  • Enrico Hasnawi
  • Ezra Indrastata Spinoza
  • Kevin Winarko
  • Piterson Satio
  • Willy Setiawan
  • Wilson
  • Yansen Christian
  1. Foto Kegiatan :

Gambar 12. Foto bersama Bhante Nyanagupta

 

 

Lampiran 9: Kegiatan Wawancara IV (Islam)

  1. Tema Kegiatan :
    Keberagaman Agama
  2. Anggota Kelompok yang Hadir :
  • Carvin Edlin
  • Enrico Hasnawi
  • Ezra Indrastata Spinoza
  • Kevin Winarko
  • Piterson Satio
  • Willy Setiawan
  • Wilson
  • Yansen Christian
  1. Foto Kegiatan :

Gambar 13. Proses wawancara dengan Ustad Ahmad Rifai

Gambar 14. Foto bersama Ustad Ahmad Rifai

 

 

Lampiran 10: Diskusi Pembuatan Laporan Akhir

  1. Tema Kegiatan :
    Keberagaman Agama
  2. Waktu dan Tempat :
    Pukul 09.00, BINUS Kampus Anggrek Lt. 5 dekat Auditorium
  1. Anggota Kelompok yang Hadir :
  • Carvin Edlin
  • Enrico Hasnawi
  • Ezra Indrastata Spinoza
  • Kevin Winarko
  • Piterson Satio
  • Willy Setiawan
  • Wilson
  • Yansen Christian
  1. Kesimpulan Diskusi :
    Berikut adalah hasil diskusi mengenai tanggung jawab anggota terhadap laporan akhir:-   Pengesahan, Blog, Bab I            : Yansen Christian
    –   Bab II               : Piterson Satio
    –   Bab III             : Carvin Edlin
    –   Bab IV             : Willson
    –   Bab V              : Willy Setiawan
    –   Lampiran 1–5               : Enrico Hasnawi
    –   Lampiran 6–10             : Kevin Winarko
    –   Cover, Daftar Isi, Daftar Pustaka, Penyusunan Laporan      : Ezra Indrastata S.
  2. Foto Kegiatan Diskusi:

 

Gambar 15. Foto diskusi pembagian tugas laporan akhir